Keterampilan problem solving atau pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan penting yang perlu diasah sejak usia dini. Anak yang terbiasa menghadapi tantangan dengan kreatif akan lebih mudah beradaptasi dalam berbagai situasi. Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah berhubungan erat dengan perkembangan kognitif dan sosial anak, sehingga perlu difasilitasi sejak dini (Yusuf & Nurihsan, 2020). Orang tua dapat mendukung pengembangan keterampilan ini melalui aktivitas yang sederhana, menyenangkan, sekaligus edukatif. Dengan pendekatan kreatif, proses belajar anak akan terasa lebih alami dan tidak membosankan.

Salah satu cara efektif adalah melalui permainan berbasis strategi. Misalnya, permainan puzzle, teka-teki, atau menyusun lego. Aktivitas ini melatih anak untuk berpikir logis, sabar, dan mencari alternatif solusi ketika menemui kesulitan. Menurut penelitian, permainan berbasis strategi mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan fleksibilitas kognitif pada anak usia sekolah (Pratiwi & Setiawan, 2019). Orang tua sebaiknya memberikan kesempatan anak mencoba terlebih dahulu sebelum memberi bantuan, agar anak terbiasa menemukan jawaban sendiri.

Selain itu, aktivitas seni juga bisa menjadi media untuk mengasah problem solving. Melukis dengan tema bebas, membuat prakarya dari barang bekas, atau menyusun cerita bergambar akan mendorong anak berpikir kreatif. Dalam proses ini, anak belajar mencari cara untuk mewujudkan ide mereka menjadi bentuk nyata. Studi internasional menemukan bahwa aktivitas seni tidak hanya meningkatkan imajinasi, tetapi juga memperkuat keterampilan pemecahan masalah melalui proses eksplorasi ide (Miller & Dumford, 2016). Aktivitas seni juga meningkatkan ketekunan sekaligus kemampuan anak menghadapi tantangan.

Kegiatan eksperimen sederhana di rumah juga sangat bermanfaat. Misalnya, membuat gunung berapi mini dengan soda dan cuka, atau mencoba berbagai cara menyalakan lampu dengan baterai. Eksperimen sains terbukti mampu menumbuhkan rasa ingin tahu sekaligus melatih pola pikir ilmiah, yaitu mencoba, gagal, lalu menemukan solusi baru (Fitriani, 2021). Dengan pendekatan ini, anak belajar bahwa kegagalan bukan akhir, melainkan bagian dari proses belajar.

Tak kalah penting, libatkan anak dalam aktivitas sehari-hari yang penuh tantangan kecil. Contohnya, membantu menyusun jadwal kegiatan keluarga, merencanakan menu makanan, atau mencari cara menyimpan mainan agar lebih rapi. Aktivitas semacam ini mengajarkan bahwa problem solving bukan hanya teori, melainkan keterampilan praktis yang bermanfaat dalam kehidupan nyata. Anak yang terbiasa dilibatkan dalam pemecahan masalah sehari-hari akan lebih percaya diri dan mampu beradaptasi dalam konteks sosial (Yusuf & Nurihsan, 2020).

Dengan rutin melibatkan anak dalam berbagai aktivitas kreatif ini, keterampilan problem solving mereka akan berkembang lebih cepat. Anak menjadi lebih percaya diri, mandiri, dan mampu berpikir kritis dalam menghadapi situasi baru. Peran orang tua sangat penting untuk memberikan dukungan, apresiasi, serta ruang bagi anak untuk berlatih menemukan solusi dengan cara mereka sendiri.

Referensi:
Fitriani, S. (2021). Pengaruh eksperimen sederhana terhadap keterampilan berpikir ilmiah anak usia dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2), 1240–1248. https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i2.707
Miller, A. L., & Dumford, A. D. (2016). Creative cognitive processes in higher education: Exploring connections to problem-solving and academic outcomes. The Journal of Creative Behavior, 50(4), 282–293. https://doi.org/10.1002/jocb.102
Pratiwi, Y., & Setiawan, D. (2019). Permainan edukatif sebagai sarana pengembangan kemampuan berpikir kritis anak usia dini. Jurnal Golden Age, 3(1), 15–24. https://doi.org/10.29408/goldenage.v3i01.1356
Yusuf, S., & Nurihsan, J. (2020). Perkembangan peserta didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. (Buku ini banyak digunakan sebagai rujukan akademik dalam pengembangan keterampilan sosial dan problem solving anak).