Mengasuh anak dengan penuh cinta bukan berarti harus selalu mengatakan “ya” pada setiap permintaannya. Justru, kemampuan orang tua untuk mengatakan “tidak” dengan cara yang bijak merupakan bagian penting dari pendidikan karakter anak. Walsh (2007) menekankan bahwa anak-anak dari segala usia perlu mendengar kata “tidak” sebagai bagian dari pembelajaran tentang batasan, tanggung jawab, dan pengendalian diri. Namun, tantangan terbesar bagi orang tua adalah bagaimana menyampaikan penolakan tanpa membuat anak merasa ditolak secara emosional. Di sinilah pentingnya komunikasi yang empatik dan penuh kasih.

Mengatakan “tidak” bukan berarti menolak anak, melainkan menolak perilaku atau permintaan yang tidak sesuai. Orang tua dapat menggunakan pendekatan yang lembut namun tegas, seperti menjelaskan alasan di balik penolakan dan menawarkan alternatif yang dapat diterima. Misalnya, daripada berkata “Tidak boleh main gawai!”, orang tua bisa mengatakan “Sekarang waktunya istirahat, nanti kita bisa main bersama setelah makan malam.” Dengan cara ini, anak tetap merasa dihargai dan dipahami, meskipun keinginannya tidak dipenuhi. Penolakan yang disampaikan dengan empati justru memperkuat hubungan emosional antara orang tua dan anak.

Penting juga bagi orang tua untuk konsisten dalam menetapkan batasan. Anak-anak belajar dari pola yang berulang, sehingga penolakan yang tidak konsisten dapat membingungkan dan memicu perilaku manipulatif. Walsh (2007) menyarankan agar orang tua tidak merasa bersalah saat mengatakan “tidak”, karena batasan yang jelas membantu anak merasa aman dan memahami struktur sosial. Konsistensi ini juga membantu anak mengembangkan kemampuan untuk menerima kekecewaan dan beradaptasi dengan realitas. Dalam jangka panjang, anak akan lebih siap menghadapi tantangan hidup dengan sikap yang sehat dan tangguh.

Berikut beberapa strategi praktis untuk mengatakan “tidak” tanpa merusak hubungan emosional:
● Gunakan nada suara yang tenang dan penuh kasih.
● Jelaskan alasan penolakan secara sederhana dan jujur.
● Tawarkan pilihan atau alternatif yang tetap memberi anak rasa kontrol.
● Validasi perasaan anak, misalnya dengan mengatakan “Ibu tahu kamu kecewa.”
● Tetap konsisten dan jangan berubah keputusan karena tekanan emosional.

Dengan belajar mengatakan “tidak” secara bijak, orang tua tidak hanya menetapkan batasan, tetapi juga mengajarkan anak tentang realitas, tanggung jawab, dan pengendalian diri. Penolakan yang disampaikan dengan cinta akan membantu anak merasa tetap dicintai meskipun tidak selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Dalam proses ini, orang tua menjadi figur yang tegas sekaligus hangat, membimbing anak tumbuh menjadi pribadi yang kuat, mandiri, dan penuh empati. Maka, mari ubah cara pandang: mengatakan “tidak” adalah bentuk cinta yang mendidik.

Referensi:
Walsh, D. (2007). No: Why kids--of all ages--need to hear it and ways parents can say it. Simon and Schuster.