Setiap anak pasti mengalami momen emosi yang meledak, mulai dari tangisan keras hingga amarah yang sulit dikendalikan. Bagi orang tua, situasi ini sering kali menantang dan menguras energi. Namun, momen emosi bukanlah hal yang harus dihindari, melainkan peluang untuk mengajarkan keterampilan regulasi diri. Webster-Stratton (1995) menekankan bahwa anak-anak perlu belajar mengenali, memahami, dan mengelola emosinya sebagai bagian dari proses tumbuh kembang. Ketika orang tua mampu mendampingi anak dari marah menuju tenang, mereka sedang membentuk fondasi kecerdasan emosional yang kuat.

Strategi pengendalian emosi tidak muncul secara instan, melainkan berkembang melalui interaksi sosial dan pengalaman berulang. McCoy dan Masters (1985) menjelaskan bahwa anak-anak mulai mengembangkan strategi sosial untuk mengontrol emosi sejak usia dini, terutama melalui pengamatan dan bimbingan dari orang dewasa. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menjadi teladan dalam merespon emosi dengan tenang dan penuh empati. Misalnya, saat anak marah karena tidak mendapatkan sesuatu, orang tua dapat berkata, “Ibu tahu kamu kecewa, yuk kita tarik napas dulu.” Respons seperti ini membantu anak merasa dipahami dan belajar cara menenangkan diri.

Mengubah momen emosi menjadi pelajaran hidup juga berarti mengajak anak merefleksikan perasaannya setelah situasi mereda. Orang tua dapat berdiskusi ringan dengan anak, seperti “Apa yang kamu rasakan tadi?” atau “Apa yang bisa kita lakukan lain kali?” Pertanyaan reflektif ini mendorong anak untuk mengenali pola emosinya dan mencari solusi yang lebih sehat. Selain itu, orang tua dapat mengenalkan kosakata emosi seperti “frustrasi”, “kesal”, atau “sedih” agar anak lebih mudah mengungkapkan perasaannya. Semakin anak mengenal emosinya, semakin besar kemampuannya untuk mengelola dan mengekspresikannya secara konstruktif.

Berikut beberapa strategi praktis untuk mengubah momen marah menjadi pelajaran hidup:
● Tetap tenang dan hindari reaksi impulsif saat anak marah.
● Validasi perasaan anak tanpa langsung memberi solusi.
● Gunakan teknik pernapasan atau time-out positif untuk menenangkan suasana.
● Ajak anak berdiskusi setelah emosi mereda untuk refleksi.
● Berikan pujian atas usaha anak dalam mengelola emosinya.
Dengan pendekatan yang sabar dan reflektif, momen emosi dapat menjadi titik balik dalam pembentukan karakter anak. Anak yang terbiasa didampingi secara empatik akan tumbuh dengan kemampuan regulasi diri yang baik, serta lebih siap menghadapi tantangan sosial dan akademik. Maka, mari ubah cara pandang terhadap kemarahan bukan sebagai gangguan, tetapi sebagai peluang emas untuk membentuk pribadi yang tangguh dan bijak secara emosional.

Referensi:
McCoy, C. L., & Masters, J. C. (1985). The development of children's strategies for the social control of emotion. Child Development, 56(5), 1214–1222.
Webster-Stratton, C. (1995). Helping children learn to regulate their emotions. Retrieved from https://www.incredibleyears.com