Perubahan zaman membawa tantangan baru dalam pola pengasuhan anak. Orang tua masa kini sering kali dibesarkan dengan nilai-nilai tradisional, sementara anak-anak tumbuh dalam dunia yang serba digital dan cepat berubah. Van IJzendoorn (1992) menjelaskan bahwa pola asuh cenderung diturunkan lintas generasi, namun tidak selalu relevan dengan konteks sosial yang baru. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menyesuaikan nilai-nilai lama dengan kebutuhan anak di era modern. Pengasuhan yang adaptif akan membantu anak tumbuh dengan karakter kuat sekaligus mampu berinteraksi dengan dunia yang dinamis.

Nilai-nilai seperti disiplin, tanggung jawab, dan sopan santun tetap penting, namun cara penyampaiannya perlu disesuaikan. Anak-anak masa kini lebih responsif terhadap pendekatan yang komunikatif dan empatik dibandingkan dengan otoritas yang kaku. Serbin dan Karp (2003) menekankan bahwa risiko perilaku negatif dapat diturunkan jika pola asuh tidak mengalami pembaruan sesuai perkembangan zaman. Misalnya, pendekatan yang terlalu keras atau minim dialog dapat memicu resistensi dan gangguan emosional pada anak. Sebaliknya, pengasuhan yang terbuka terhadap diskusi dan refleksi akan membentuk anak yang lebih percaya diri dan kritis.

Menyesuaikan nilai lama bukan berarti meninggalkan tradisi, tetapi mengemasnya dalam bentuk yang relevan dan aplikatif. Contohnya, nilai kerja keras dapat ditanamkan melalui proyek kreatif atau kegiatan kolaboratif yang sesuai minat anak. Orang tua juga dapat mengenalkan nilai kesederhanaan melalui gaya hidup yang bijak dalam konsumsi digital dan materi. Dengan cara ini, anak tetap memahami esensi nilai-nilai keluarga tanpa merasa tertekan atau terputus dari realitas sosialnya. Pengasuhan yang kontekstual akan memperkuat ikatan antar generasi dan mencegah konflik nilai.

Berikut beberapa strategi praktis untuk menyesuaikan pengasuhan lintas generasi:
● Dengarkan perspektif anak dan jadikan dialog sebagai bagian dari rutinitas keluarga.
● Evaluasi nilai-nilai lama dan pilih yang masih relevan untuk diterapkan.
● Gunakan pendekatan yang komunikatif dan berbasis empati dalam menyampaikan aturan.
● Libatkan anak dalam aktivitas yang mencerminkan nilai keluarga secara kreatif.
● Jadikan teknologi sebagai alat bantu, bukan pengganti interaksi emosional.

Dengan menyesuaikan nilai lama dengan dunia baru, orang tua dapat menciptakan pola asuh yang relevan, fleksibel, dan tetap bermakna. Anak akan tumbuh dengan akar yang kuat dan sayap yang lebar mampu menghargai warisan keluarga sekaligus menjelajahi dunia dengan percaya diri. Maka, mari kita bangun pengasuhan lintas generasi yang saling memahami, saling belajar, dan saling menguatkan.

Referensi:
Serbin, L., & Karp, J. (2003). Intergenerational studies of parenting and the transfer of risk from parent to child. Current Directions in Psychological Science, 12(4), 138–142.
Van IJzendoorn, M. H. (1992). Intergenerational transmission of parenting: A review of studies in nonclinical populations. Developmental Review, 12(1), 76–99.