Di era digital, screen time atau waktu anak menatap layar menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Mulai dari televisi, tablet, hingga smartphone, anak-anak kini terpapar teknologi sejak usia dini. Meski teknologi menawarkan manfaat edukatif, penggunaan yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental anak. Domingues-Montanari (2017) mengungkapkan bahwa screen time berlebihan dapat menyebabkan gangguan tidur, obesitas, dan masalah perilaku. Oleh karena itu, penting bagi keluarga modern untuk menetapkan batasan yang realistis dan sehat.

Batasan screen time tidak harus bersifat kaku, tetapi perlu disesuaikan dengan usia dan kebutuhan perkembangan anak. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak di bawah 2 tahun sebaiknya tidak terpapar layar sama sekali, sementara anak usia 2–5 tahun disarankan tidak lebih dari 1 jam per hari. Duch et al. (2013) juga menekankan bahwa anak di bawah 3 tahun sangat rentan terhadap dampak negatif screen time karena masa ini merupakan periode kritis perkembangan otak. Orang tua dapat menetapkan jadwal harian yang seimbang antara waktu layar dan aktivitas fisik, sosial, serta kreatif. Dengan pendekatan yang fleksibel dan konsisten, anak belajar mengelola waktu secara sehat.
Selain durasi, kualitas konten juga perlu diperhatikan.

Oswald et al. (2020) menyarankan agar screen time dikombinasikan dengan “green time” atau waktu di alam terbuka untuk menjaga keseimbangan psikologis anak. Konten edukatif yang interaktif dan sesuai usia dapat memberikan manfaat, sementara paparan konten pasif atau tidak sesuai dapat menimbulkan kecemasan dan gangguan perilaku. Orang tua perlu mendampingi anak saat menggunakan gawai, berdiskusi tentang isi konten, dan mengenalkan nilai-nilai positif. Dengan keterlibatan aktif, screen time dapat menjadi sarana belajar, bukan sekadar hiburan.

Berikut beberapa strategi praktis untuk mengatur screen time anak secara realistis:
● Tetapkan jadwal screen time harian sesuai usia anak.
● Pilih konten edukatif dan dampingi anak saat menonton atau bermain.
● Libatkan anak dalam aktivitas offline seperti membaca, bermain di luar, atau berkarya.
● Gunakan fitur kontrol orang tua untuk membatasi akses konten.
● Jadikan waktu tanpa layar sebagai momen berkualitas bersama keluarga.

Menetapkan batas screen time bukan berarti melarang teknologi, tetapi mengajarkan anak untuk menggunakannya secara bijak. Dengan pendekatan yang realistis dan penuh empati, orang tua dapat menciptakan keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata. Anak yang terbiasa dengan pengaturan screen time yang sehat akan tumbuh lebih fokus, aktif, dan memiliki keterampilan sosial yang baik. Maka, mari jadikan teknologi sebagai alat bantu, bukan pengganti interaksi dan eksplorasi dunia nyata.

Referensi:
Domingues‐Montanari, S. (2017). Clinical and psychological effects of excessive screen time on children. Journal of Paediatrics and Child Health, 53(4), 333–338.
Duch, H., Fisher, E. M., Ensari, I., & Harrington, A. (2013). Screen time use in children under 3 years old: A systematic review of correlates. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity, 10(1), 102.
Oswald, T. K., Rumbold, A. R., Kedzior, S. G., & Moore, V. M. (2020). Psychological impacts of “screen time” and “green time” for children and adolescents: A systematic scoping review. PloS One, 15(9), e0237725.
Setyaningsih, I. (2025). Batasan Screen Time Sesuai Usia Anak Menurut IDAI. Kompas. https://health.kompas.com/read/25E24150000768/batasan-screen-time-sesuai-usia-anak-menurut-idai